Usai Modul Pelatihan Produksi Film Komunitas Film Fiksi dan Dokumenter diluncurkan pada Malam Penganugerahan Festival Film Purbalingga (FFP) 2024 silam, kini digelar Wicara Sinema: Pemetaan dalam Pengembangan Perfilman Pelajar Banyumas Raya serta Distribusi dan Sosialisasi “Modul Pembelajaran Produksi Film Komunitas Banyumas Raya” di ballroom Hotel Grand Karlita Purwokerto, Kamis pagi hingga sore, 23 Januari 2025.
Menurut Direktur Film, Musik, dan Seni Direktorat Jenderal Pengembangan, Pembinaan, dan Pemanfaatan Kebudayaan Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia Dr. Syaifullah, pembuatan modul ini sangat bagus apalagi dilakukan oleh komunitas film yang bekerjasama dengan sekolah. “Sehingga kita bisa mengembangkan industri film anak-anak muda khususnya belajar dengan lebih terstruktur sesuai modul,” terangnya seusai menjadi pembicara utama.
Saat Wicara Sinema dihadirkan Ketua Badan Perfilman Indonesia (BPI) Gunawan Pagaru, Kepala Bidang Pembinaan Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah Eris Yunianto, S.Pd.,M.Pd.
Founder CLC Purbalingga Bowo Leksono, dan Guru Pembina Ekskul Sinema SMK HKTI 2 Purwareja Klampok Banjarnegara Anggiriani Agustin Puspitasari, S.Pd.
Gunawan Pagaru sangat mengapresiasi apa yang dilakukan CLC Purbalingga dan Jaringan Kerja Film Banyumas Raya (JKFB) yang menginisiasi adanya modul pembelajaran. “Dengan modul ini bisa untuk menyeragamkan agar memiliki standar dalam melaksanakan ekskul sinema di SMA, SMK, dan MA,” ujarnya.
Distribusi dan sosialisasi modul ini mengundang sekitar 30 kepala SMA, SMK, dan MA serta guru-guru pembina ekskul sinematografi dari beragam sekolah di empat kabupaten Banyumas Raya (Purbalingga, Cilacap, Banjarnegara, dan Banyumas).
“Harapannya modul ini dapat digunakan dan disebarluaskan sebagai salah satu modul yang terstandar dan terstruktur dalam rangka membina anak-anak yang berminat dan mempunyai bakan diperfilman,” tutur Eris Yunianto.
Sementara Kepala SMA Negeri Bobotsari Purbalingga Drs. Joko Widodo, M.Pd. mengatakan, modul ini menurutnya luar biasa karena paling tidak dapat menjadi referensi dan pedoman kaitannya dengan sinema. “Dengan modul itu kami ada langkah dalam mempersiapkan produksi film,” ujarnya.
Para kepala sekolah dengan guru-guru pembina ekskul film dan pengampu pelajaran perfilman sangat antusias dalam mengikuti wicara sinema. Mereka berkesempatan untuk mencurahkan isi hati dan beberapa menceritakan kondisi sekolah.
“Hadirnya modul pembelajaran ini sangat membantu, karena banyak guru tidak memiliki latar belakang film yang memadai. Dengan ekskul sinema yang hidup, kami mengharapkan para siswa memiliki ruang untuk bisa memproduksi film dengan baik dan benar,” ucap guru pembina sinema SMK Negeri 1 Banyumas Prajna Bhadra, M.Kom.
Sementara Direktur Festival Film Purbalingga (FFP) Nanki Nirmanto, S.IP. mengatakan kunci penting kehidupan perfilman pelajar itu ada di guru pembina atau guru pengampu pelajaran perfilman. “Sayangnya guru yang berbasis film jarang bahkan tidak ada. Karenanya kami membuat modul untuk pengajaran kepada siswa,” ujarnya.
Program ini terlaksana atas kerjasama Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia (Kemenbud), Dana Indonesiana, dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), serta didukung oleh Sangkanparan Cilacap, Art Film Banjarnegara, dan Hompimpaa Banyumas.