Usai Workshop Penyusunan Kurikulum Perfilman Banyumas Raya pada akhir November lalu, Festival Film Purbalingga (FFP) 2022 lanjut menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) Kurikulum Perfilman Banyumas Raya.
Kegiatan ini digelar pada Kamis, 22 Desember 2022 di Owabong Cottage Purbalingga dengan menghadirkan narasumber para akademisi beragam kampus dan praktisi yang pernah dan akan bersinggungan dengan kerja-kerja CLC Purbalingga. Setelah itu, berlanjut FGD Hasil Pemetaan FFP pada Jumat, 23 Desember 2022.
Direktur FFP Nanki Nirmanto saat pembukaan mengatakan, kegiatan dua FGD ini penting karena sebagai program unggulan di FFP yang tidak ditemukan di festival film lain di Indonesia. “Secara akar, dua kegiatan ini yaitu, film pelajar dan layar tanjleb yang menjadi nyawa FFP, maka diperlukan strategi agar terjadi keberlangsungan FFP,” ungkapnya.
Pada kesempatan itu, hadir para narasumber yaitu Dr. Novi Kurnia dari UGM, Dr. Tito Imanda dari Kafein, Dr. Naswan Iskandar dari BPI, Dr. Syamsul Barry dari ISBI Bandung, Hariyadi, Ph.D. dari Unsoed, Panji Wibowo dari Kaffein, Sazkia Noor Anggraini, M.Sn. dari ISI Yogyakarta, Annisa Rachmatika Sari, M.Sn. dari Udinus Semarang, dan Kusen Ali dari Kurator Indonesiana.
Dari Jaringan Kerja Film Banyumas Raya (JKFB) ada Taufik Suseno dan Teguh Rusmadi dari Sangkanparan Cilacap, Puput Juang Restu Aditya dari Kedung Film Kebumen, Aziz Arifianto dari Art Film Banjarnegara, Bowo Leksono, Nanki Nirmanto, dan Muhammad Iskandar dari CLC Purbalingga.
Selaku tim penyusun kurikulum, yaitu Sri Wastiti Setyawati, M.Sn. dan Stephanus Andre Triadiputra, M.Sn. keduanya dari ISI Surakarta, serta Dr. Teguh Trianton dan Arif Hidayat, M.Hum. dari UIN Saizu Purwokerto di pemetaan FFP.
Selaku penyusun kurikulum Sri Wastiti Setyawati, M.Sn memaparkan, kurikulum pelatihan produksi film pelajar melalui ekstrakurikuler jangan sampai terjebak pada kurikulum pendidikan sekolah dan perguruan tinggi. “Kurikulum ini tidak berada di keduanya. Kurikulum ini tidak untuk mencetak tenaga profesional di bidang film tetapi lebih ke bagaimana membentuk karakter siswa. Bila kemudian ada yang menjadi tenaga professional, itu bonus,” tegasnya.
Dr. Novi Kurnia menyatakan, perlu dijelaskan secara eksplisit posisi kurikulum ini, bukan seolah-olah mencabut anak-anak dari kurikulum formal tapi justru memberikan supplemen dalam konteks film di Banyumas Raya. “Penting juga dijelaskan calon pemakai kurikulum ini yaitu calon mentor atau guru pembina dan pelajar itu sendiri,” ujarnya.
Sementara Panji Wibowo menegaskan, jangan takut kurikulum ini nantinya tabrakan dengan kurikulum sejenis di tingkat SMK bahkan perguruan tinggi karena sasarannya anak yang memang memiliki minat belajar film. “Terkait metode atau cara menyampaikan pengetahuan ke peserta didik menjadi hal penting karena banyak pembina yang tidak bisa mengajar dengan baik padahal kuncinya adalah ada pada kemampuan Pembina,” tuturnya.
FGD penyusunan kurikulum ini merupakan program Pasca FFP 2022 kerjasama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknolori (Kemdikbudristek), Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), dan Program Strategis Dana Indonesiana. Selain itu, bekerjasama dengan Kedung Film Kebumen, Sangkanparan Cilacap, Art Film Banjarnegara, dan Bioskop Misbar Purbalingga.